Jumat, 08 Desember 2017

Pendidikan dan Teknologi Makan Tuan


Teknologi, sebagai sarana yang digunakan manusia untuk mempermudah memenuhi kebutuhannya, mengalami perkembangan secara eksponensial dalam kurun waktu 2 dekade terakhir. Hubungan timbal balik dan keterikatan antara teknologi dan manusia, terutama di bidang informasi, mengubah pola hidup manusia dalam berpikir dan bertindak. Mudahnya mengakses informasi melalui internet atau untuk sekadar berjejaring dengan para kolega melalui media sosial seolah – olah sudah menjadi suatu kebutuhan. Namun, sama seperti koin, internet memiliki sisi yang tidak dapat dilihat, apabila hanya berfokus pada satu sisi mata koin. Semula, hanya untuk memudahkan pekerjaan manusia, kini menjadi suatu ketergantungan yang berujung pada kecanduan. Hal ini yang dapat dirasakan oleh para pengguna internet, namun sukar untuk disadari. Menjadi suatu hal yang perlu direfleksikan kembali, apabila teknologi yang seharusnya dikuasai oleh manusia, menguasai manusia.
Sebagai makhluk sosial., manusia memanfaatkan media sosial sebagai salah satu sarana untuk memenuhi kodratnya, untuk bersosialisasi. Media sosial pun  berperang penting untuk ‘mendekatkan’ yang terpisahkan oleh jarak namun menjadi suatu paradoks ketika media sosial itulah yang ‘menjauhkan’ yang dekat di mata. Hal ini tentunya seolah menjadi sentilan bagi orang – orang yang menggunakan media sosial pada waktu dan tempat yang tidak tepat. Ego yang telah dimiliki manusia sejak lahir pun semakin diperkokoh oleh keberadaan media sosial. Pengakuan yang dibutuhkan setiap individu oleh lingkungannya diakomodasi oleh media sosial. Setiap orang dapat unjuk kebolehannya, membentuk citra, menceritakan pengalaman, hingga aib pun disertakan. Semua hal itu pun dilakukan semata – mata untuk mendapatkan pengakuan yang sifatnya maya. Disamping dua gejala tersebut, masih banyak gejala – gejala lain yang ditimbulkan oleh penggunaan media sosial, sebutlah cybercrime, radikalisme yang merajalela, sampai penyebaran konten porno sekalipun.
Sering dijumpai ulasan mengenai dampak yang ditimbulkan teknologi dengan seribu satu alsasan yang logis. Namun semua pembahasan tersebut hanya bermuara kepada gejala – gejala yang terjadi apabila manusia tidak memanfaatkan teknologi ‘secukupnya’. Bukan sisi baik atau buruknya dari teknologi yang menjadi akar permasalahan dewasa ini, melainkan bagaimana cara manusia memanfaatkan  teknologi tersebut. Terutama dalam hal ini, pemuda, sebagai kader – kader bangsa, menanggapi dan memaknai perkembangan teknologi.

Teknologi, sebagai alat, hanya bisa mengikuti kehendak para pengguna. Pisau pun entah itu sebagai alat memasak atau membunuh, bergantung kepada pemilik pisau. Hal ini yang selayaknya menjadi fokus dalam membedah perkembangan teknologi. Dalam pembedahan ini terdapat 3 unsur menurut tata gramatika: subjek, predikat, dan objek. Bahwa harus disadari apakah subjek tersebut mampu menyadari, memaknai dan melakukan predikatnya. Dalam konteks ini, yang menjadi predikat adalah perkembangan teknologi yang harus dipahami oleh sang subjek. Untuk memahami maksud dari perkembangan teknologi ini, dapat dibantu dengan 5 W + 1 H. Mengapa pada awalnya teknologi tersebut diciptakan, apa tujuannya, siapa yang berhak menggunakan, dimana tempat dan waktu yang tepat untuk menggunakannya, dan bagaimana batasan – batasan dalam memanfaatkannya. Setelah predikatnya dapat dipahami dan dimaknai, objek dari tindakan ini pun harus diketahui, yaitu memudahkan pekerjaan manusia.
Namun, ‘pembedahan’ terhadap perkembangan teknologi pun seolah menjadi sebuah teori belaka melihat gejala – gejala yang sudah diuraikan pada paragraf sebelumnya. Adapun dua faktor yang memengaruhi hal ini adalah terlalu cepatnya teknologi tersebut berkembang dan kesiapan secara mental dan fisik penggunanya. Tentunya perkembangan pesat dari teknologi menjadi suatu realita yang tidak dapat dielakkan dan diacuhkan, oleh karena itu kesiapan para pengguna teknologi tersebut yang menjadi fokus perhatian dari problema yang sudah mengakar selama beberapa tahun terakhir.
Oleh karena itu, satu – satunya hal yang dapat mencegah sekaligus mengobati penyakit ini adalah melalui pendidikan, mulai dari pendidikan non – formal sampai formal. Pendidikan non – formal yang harus dimulai dari pendampingan dan pembimbingan oleh keluarga dan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta dengan cetak biru yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan jaman.
Untuk mengulas peran pendidikan dalam menyiapkan para pemuda untuk dapat memaknai dan menanggapi perkembangan teknologi yang mengubah lanskap gaya hidup masa kini, terlebih dahulu perlu diketahui kondisi pendidikan kini, setidaknya 2 dekade terakhir ini. Dalam menguji suatu subjek pelajaran, tidak jarang ditemui soal – soal yang hanya dapat dijawab dengan menghafal mati, misalkan pelajaran – pelajaran sosial seperti sejarah dan geografi yang cenderung menghafalkan tahun atau nama, ataupun menghafalkan jawaban dari persoalan matematika yang runyam. Teknik menghafal ini tentunya diperlukan dalam porsi yang cukup, tanpa mengabaikan teknik menganalisis suatu permasalahan. Dalam menganalisis suatu permasalahan, para pemuda dihadapkan pada kejujuran dalam mengamati objek, merumuskan permasalahan yang ada dan akhirnya menemukan solusi yang tepat untuk permasalahan tersebut. Hal ini yang tidak didapat ketika daya kritis pemuda dibatasi oleh pembelajaran dengan cara teknik menghafal saja.
Adapun pembelajaran hanya menjadi sekadar teoretis belaka ketika ilmu – ilmu yang sudah didapat tidak dapat dikorelasikan secara kontekstual terhadap lingkungan. Ilmu sejarah yang mengajarkan pola kehidupan manusia pada masa lampau yang akan menuntun penikmat sejarah dalam merumuskan pola kehidupan di masa sekarang dan yang akan datang, seolah – olah kehilangan makna apabila pengetahuan tersebut tidak dapat diolah dan dikorelasikan dengan kehidupan kini. Revolusi industri misalnya, perkembangan teknologi yang begitu pesat ternyata tidak membuahkan kehidupan yang manis bagi semua orang, hal ini ditunjukkan dengan semakin besarnya jurang antara sang kaya dan miskin. Bahwa ternyata terdapat pola yang sama dengan keadaan sekarang, yaitu berkembangnya teknologi dengan begitu cepat, namun pola ini tidak disadari sehingga menimbulkan gejala – gejala seperti yang sudah dibahas sebelumnya. 
 Dari uraian yang sudah disampaikan, bahwa pendidikan yang mengedepankan teknik menghafal ketimbang menganalisis, dan tidak dapat mengorelasikan antara ilmu dan realita akan menyebabkan para peserta didik tidak mampu untuk mengomperhensi perubahan yang begitu cepat terjadi (baca : internet). Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya kesadaran untuk menganalisis dan memahami pola yang ada mengenai perkembangan teknologi tersebut. Perkembangan teknologi yang seharusnya dapat menentukan gaya hidup dari seorang pemuda beralih menjadi pendiktean gaya hidup oleh teknologi. Oleh karena itu urgensi pemuda dalam menghadapi perkembangan teknologi yang pesat ini adalah dengan menyadari dan memaknai persoalan yang ada dan  menjadikan pendidikan menjadi jalan yang ditempuh untuk menyiapkan para penerus bangsa dalam menghadapi tantangan – tantangan jaman secara kontekstual.









0 komentar:

Posting Komentar