Pemandangan Kota Balige dari Dolok Tolong (Sumber: bona-pasogit.blogspot.com) |
Kota Balige.
Kota kecil yang terletak di tepi danau toba, sumatera utara. Mungkin bagi
pembaca yang tidak tahu dimana letak kota kecil ini, saya sedikit akan
menceritakannya. Kota ini merupakan ibukota kabupaten Toba Samosir, yang
merupakan sebuah kabupaten dengan sejuta pesona wisata alamnya. Apabila
berangkat dari kota Medan, maka diperlukan waktu selama 6 jam perjalanan
menggunakan bus atau kendaraan bermotor lainnya. Kota ini merupakan tempat saya
bertumbuh dan melewati masa sekolah mulai sekolah dasar hingga menengah atas
sebelum merantau ke Semarang, Jawa Tengah. Dikarenakan letak daerah saya ini
cukup di pelosok daerah, terkadang pendistribusian sumber energi dari gas bumi
sangatlah langka dan tidak lancar. Karena sulitnya mendapatkan produk gas bumi,
tidak sedikit dari masyarakat Balige yang masih menggunakan kayu bakar untuk
memasak.
Keluarga saya yang merupakan perantau ke kota Balige mulai tahun 2000, juga masih sering menggunakan kayu bakar dan kompor minyak tanah hingga tahun 2014 dikarenakan sulitnya akses mendapatkan LPG (Liqufied Petroleum Gas). Jika di Pulau Jawa gas merupakan bahan bakar utama yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga dan sangat mudah mendapatkannya, sementara di Balige tidak. Saya harus memesan produk gas seperti LPG jauh-jauh hari di warung agar tidak kehabisan saat produk tersebut datang dan sampai ke Balige. Bukan hanya gas, produk-produk energi lain seperti minyak tanah dan bensin juga cukup sulit didapatkan di kampung saya ini.
Pendistribusian Produk Gas di Kota
Balige, Toba Samosir saat ini
Beda pemerintahan,
beda sistem. Jika sebelum tahun 2014 untuk mendapatkan sumber energy seperti
gas sangatlah sulit di kota Balige, ketika pulang kampung bulan April 2017
kemarin, saya melihat pendistribusian produk-produk gas yang cukup lancar. Sekarang
ini, penjualan LPG contohnya dapat diperoleh dari berbagai warung kecil maupun
besar hingga SPBU. Keluarga saya bahkan tetangga-tetangga yang dulunya
menggunakan kayu bakar atau kompor minyak tanah untuk memasak sekarang sudah
tidak menggunakan hal tersebut lagi. Masyarakat tidak perlu mengantri pesanan
di warung-warung karena takut kehabisan LPG, namun sudah tersedia dalam jumlah
yang mencukupi di setiap toko yang menyediakan.
Perubahan yang cukup signifikan di Kota Balige ini cukup memberikan gambaran bagaimana usaha dalam pemanfaatan energi secara merata. Jika dulu setiap hari sebelum saya bersekolah, saya akan melewati rumah-rumah dengan asap tebal dari rumah tetangga karena kayu bakarnya, sekarang tidak ada lagi pemandangan seperti itu. Jika dulu saya harus menunggu lama untuk minum air putih yang dimasak menggunakan kayu bakar di rumah, sekarang tidak perlu menunggu lama setelah menggunakan LPG. Kebanyakan keluarga di Kota Balige belum menggunakan alat-alat berbasis teknologi tinggi saat ini seperti Dispenser untuk air minum dan masih berbasiskan memasak menggunakan bahan bakar. Pendistribusian LPG yang sangat berkembang pesat ini tentu sangat memberikan efek positif terhadap masyarakat Balige secara khusus.
Sering ketuker, Gas Bumi dan LPG bedanya apa sih?
Kota Balige yang seperti saya ceritakan diatas memang masing didominasi oleh penggunaan LPG bukan gas bumi. Sebelum membahas lebih jauh, apa yang menyebabkan hal tersebut, maka yuk bahas lebih lanjut tentang apa itu LPG atau gas bumi.
LPG merupakan gas minyak bumi yang dicairkan dengan menambahkan tekanan dan menurunkan suhunya, gas akan berubah menjadi cair. Komponennya didominasi propana dan butana. LPG juga mengandung hidrokarbon ringan lain dengan jumlah kecil, misal etana (C2H6) dan pentana (C5H12). Sedangkan, Gas juga disebut sebagai gas bumi, yaitu bahan bakar fosil berbentuk gas yang terdiri dari metana CH4. Gas alam bisa ditemui di ladang minyak, ladang gas bumi dan juga tambang batu bara. Komponen utama gas alam yaitu metana (CH4), yang merupakan molekul hidrokarbon rantai palin pendek dan paling ringan.
Pemanfaatan jaringan gas kota (bahan bakar gas alam/BBG) ke
rumah-rumah di dalam negeri memang masih sangat minim. Rumah tangga di Indonesia
lebih banyak menggunakan LPG (Liquefied petroleum gas) yang dikemas dalam
tabung seperti merek dagang Elpiji, Blue Gas dan lainnya. Menurut Elan,
yang dikutip melalui detikfinance 8 Januari 2014, keduanya sama-sama dapat dijadikan bahan bakar khususnya untuk memasak,
namun LPG dianggap lebih praktis karena dapat dimasukkan ke dalam tabung
(tabung elpiji berbagai ukuran). Sementara gas bumi melalui pipa bisa saja
dikemas dalam tabung, namun tidak ekonomis karena harganya akan jauh lebih
mahal.
Namun sayangnya di Indonesia tidak
terlalu banyak memproduksi LPG, namun kebutuhan LPG masyarakat yang terus
meningkat sehingga kebutuhannya mengandalkan pasokan dari negara lain alias
impor. Indonesia lebih
banyak menghasilkan gas bumi C1 dan C2, yang lebih ringan, sementara LPG sangat
sedikit dan merupakan gas ikutan dari produksi minyak. Menurut Ahmad Bambang,
sebagai Direktur Pemasaran Pertamina yang dikutip melalui detik finance, bahwa kebutuhan LPG tahun 2015 adalah 6,6 juta MT, impor mencapai
4,4 juta MT, sisanya dipasok dari produksi dalam negeri. Data ini cukup
memberikan gambaran bahwa Indonesia mulai krisis akan LPG dikarenakan
ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi LPG di Indonesia.
Data Impor LPG hingga tahun 2012 menurut Databoks |
Tak Kenal maka Tak Sayang, Yuk
berkenalan lebih dekat dengan PGN
Data-data impor LPG diatas membuat saya berpikir sejenak. Apakah kondisi ini akan semakin memburuk atau sebaliknya? Indonesia sebagai negara terpadat ke-4 di dunia dengan jumlah penduduk Indonesia per 30 Juni 2016 sebanyak 257.912.349 jiwa, diprediksi bahwa konsumsi LPG di kalangan rumah tangga akan terus meningkat. Tentu, dibutuhkan sebuah solusi alternatif untuk membantu mengurangi import LPG tersebut. Berbicara tentang alternatif, Indonesia tentu sudah mengembangkan banyak proyek-proyek baru tentang energi dalam lingkup konvensional atau terbarukan. Di bidang pengembangan energi terbarukan, masih cukup sulit berkembang jauh dikarenakan pengolahannya yang terbilang sulit dan juga mahal. Salah satu pengembangan sumber energi yang masih berkembang dengan baik pada saat ini adalah energi konvensional yang tidak dapat diperbarui. Contoh yang sangat baik dalam membantu pemasalahan impor LPG tersebut adalah Gas Bumi atau yang sering disebut Gas Alam. Mengapa gas bumi?Berikut adalah beberapa kelebihan gas bumi dibandingkan LPG:
1. Lebih Aman
Vice President Corporate Communication PGN Ridha
Ababil mengatakan tekanan pipagas jauh lebih rendah, sekitar 1/10 lebih rendah dibandingkan
dengan tekanan yang dimiliki tabung LPG baik ukuran 3 kg, 12 kg maupun 50 kg
sehingga tidak ada bahaya ledakan
2. Lebih Praktis
Penggunaan gas bumi langsung disalurkan menuju
konsumen menggunakan pipa-pipa distribusi gas sehingga tidak perlu buka pasang
seperti LPG
3. Lebih Murah
Berdasarkan
data PGN hingga September 2017, rata-rata harga gas bumi PGN sebesar USD 8,56
per MMBtu. Sementara, harga gas elpiji 12 Kg jika disetarakan seharga USD 20,11
per MMBtu atau lebih murah lebih dari 50 persen. Meskipun untuk elpiji 3 kg
bersubsidi masih lebih murah yakni USD 7,07 MMBtu.
Rata-rata jargas jika dihitung Rp 3.000 sampai Rp 4.000 per meter kubik atau USD 9 per MMBtu. Kalau gas elpiji harganya Rp 12.500 per meter kubik.
Rata-rata jargas jika dihitung Rp 3.000 sampai Rp 4.000 per meter kubik atau USD 9 per MMBtu. Kalau gas elpiji harganya Rp 12.500 per meter kubik.
Usaha mengurangi impor LPG dengan usaha membumikan gas bumi memerlukan peran serta aktif dari berbagai pihak termasuk Perusahaan Gas Negara (PGN). Perusahaan Gas Negara (PGN) adalah sebuah BUMN yang mendistribusikan gas bumi di Indonesia. Dengan banyaknya kelebihan dari gas bumi tersebut, tentu PGN merupakan salah satu BUMN dengan sejuta manfaat yang menyokong penggunaan gas bumi di Indonesia. Sudirman Said selaku Mantan Menteri ESDM Indonesia pernah mengatakan bahwa “Kerja sama dengan PGN dalam mengoperasikan jargas ESDM ini tentunya akan mempercepat penambahan jumlah rumah tangga yang akan teraliri gas bumi”. Wah sangat luar biasa! PGN benar-benar beperan penting dalam pendistribusian gas bumi di Indonesia dalam usaha membumikan gas bumi mulai tahun 1965.
Infrastruktur PGN yang telah dibangun
adalah lebih dari 7278,07 km jaringan pipa gas bumi yang mencakup 78% pipa gas
bumi nasional untuk perluasan pemanfaatan gas bumi bagi masyarakat. PGN juga
telah melayani 1652 sektor industri dan pembangkit listrik dan 1929 pelanggan sector
komersial serta 165.392 sektor rumah tangga. Salah satu hal yang sangat menarik
dari PGN adalah fleksibilitas PGN untuk melayani masyarakat dengan mengikuti
perkembangan zaman saat ini. Hal ini dibuktikan dengan berbagai layanan-layanan
melalui aplikasi online yang disediakan oleh PGN melalui PGN Mobile.
PGN Mobile |
Membumikan
gas bumi melalui aplikasi online ini juga salah satu cara yang jitu dari PGN
untuk melayani masyarakat. Tentu, di era generasi millennials ini, dimana
setiap orang sudah menggunakan smartphone dalam melakukan aktivitas mereka dan
cukup cepat dalam mengakses fitur-fitur yang diinginkan. PGN hadir dengan tiga layanan
utama antara lain GASKITA, GASKU dan SINERGI
sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan gas bumi di sektor pelanggan.
GasKu telah digunakan di beberapa operator taksi, bajaj rekondisi, bus Transjakarta ataupun kendaraan lainnya. GasKu saat ini dapat diperoleh di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) dan Mobile Refueling Unit (MRU) PGN yang tersebar di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung dan Batam.- GasKu
- GasKita
GasKita telah digunakan di beberapa apartemen, bangunan-bangunan social dan bangunan-bangunan medis seperti rumah sakit.
- Sinergi
Sinergi adalah sebagai solusi gas bumi untuk pembangkit listrik, industri dan sektor komersial
Sudah saatnya kita sebagai konsumen gas menentukan pilihan kita. Konsumen yang bijaksana adalah yang memikirkan dampak positif dalam jangka panjang yang artinya mulai melihat banyaknya keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan gas bumi. Walaupun permasalahan yang didapat adalah pembangunan infrastruktur yang belum merata di Indonesia, namun dengan segala program PGN beserta kerjasama dengan Pemerintah, maka saya yakin Gas Bumi si “Energi Baik” akan tersebar merata ke seluruh Indonesia dan juga dapat mengurangi penggunaaan bahan bakar tidak ramah lingkungan lainnya seperti LPG dan Bahan Bakar Minyak. Membumikan Gas Bumi, Siapa Takut?
Sudah saatnya kita sebagai konsumen gas menentukan pilihan kita. Konsumen yang bijaksana adalah yang memikirkan dampak positif dalam jangka panjang yang artinya mulai melihat banyaknya keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan gas bumi. Walaupun permasalahan yang didapat adalah pembangunan infrastruktur yang belum merata di Indonesia, namun dengan segala program PGN beserta kerjasama dengan Pemerintah, maka saya yakin Gas Bumi si “Energi Baik” akan tersebar merata ke seluruh Indonesia dan juga dapat mengurangi penggunaaan bahan bakar tidak ramah lingkungan lainnya seperti LPG dan Bahan Bakar Minyak. Membumikan Gas Bumi, Siapa Takut?